Senin, 10 Agustus 2009

Andaikan waktu adalah soal kualitas......

Andaikan waktu adalah soal kualitas dan bukan kuantitas, seperti cahaya malam yang menaungi pepohonan, saat bulan naik dan menyisir garis-garis pohon. Waktu hadir, tetapi tak bisa di ukur.
Seperti saat ini, pagi hari yang cerah, seorang laki-laki berdiri di bawah pohon cemara menunggu perampuan istimewanya. Beberapa waktu yang lalu, perampuan itu bertemu si laki-laki di dalam bus yang sedang menuju Barata Mall, mengajaknya pergi ke taman Ziarah Nillo. Dari nada bicara dan tatapan matanya, si laki-laki merasa bahwa perempuan sangat berharap dirinya sudi memenuhi ajakkannya. Jadi, ia menunggu tidak sabar sembari menghabiskan waktu dengan membaca buku. Beberapa waktu kemudian, mungkin pada hari berikutnya, perampuan itu datang. Mereka bergandengan tangan, berkeliling taman, menyusuri bukit dan lembah Ziarah Nillo, duduk di bangku beton dalam waktu yang tak bisa diperkirakan. Malam tiba, ditandai oleh perubahan cahay, oleh langit yang memerah. Laki-laki dan permpuan itu menapaki jalanan berbatu menuju warung makan di atas bukit. Apakah mereka telah bersama sepanjang masa atau sesaat itu saja ? Siapa dapat menebaj ?
Di dalam dunia di mana waktu tak bisa diukur, taka akan dijumpai jam, kalender, atau pin janji pertemuan yang pasti. Satu kegiatan didahului oleh kegiatanlain, bukan berdasar waktu. Pembangunan rumah dimulai ketika batu dan kayu datang ke lokasi. Batu cor-coran di antar ketika tukangnya membutuhkan uang. Seorang pengacara menunggalkan rumah menuju pengadilan tinggi dan berdebat tentang satu kasus ketika anak perampuannya mulai mengolok-olok botak kepalanya yang makin lebar. Pelajaran di persekolahan diakhiri ketika para murid telah menyelesaikan ujiannya. Bus meninggalkan terminal ketika kursi-kursinya telah disesaki penumpang.
Di dalam dunia ini di mana waktu adalah kualitas, peristiwa-peristiwa dicatat berdasarkan warna langit, nada penaggilan tukang bakso, perasaan bahagia atau cemas tatkala seorang memasuki ruangan. Kelahiran bayi, pertemuan dua orang, tidak berada dalam satu titik waktu yang pasti, seperti dalam jam atau menit. Sebaliknya, kejadian meluncur melintasi ruang-ruang imajinasi, mewujud karena tatapan. Maka, panjang pendek waktu antara dua peristiwa bergantung pada seberapa kontras peristiwa-peristiwa itu, intensitas cahaya, sudut jatuh dan bayang-bayang, sudut pelaku-pelakunya.
Beberapa orang berusaha melakukan kuantifikasi terhadap waktu, demi mengurai waktu, membedah waktu. Mereka berubah menjadi batu. Tubuh mereka membeku di pojok-pojok jalan, dingin, keras, dan berat. Seiring waktu, patung-patung ini dibawa ke tukang batu, yang kemudian membelahnya menjadi kepingan-kepingan yang sama besar dan menjualnya ke rumah-rumah ketika ia membutuhkan uang.