Filsafat dan Filsafat Ilmu Pengetahuan
Sebelum
Metode Penelitian dengan pendekatan Kualitatif atau Metode Penelitian
Kualitatif, akan diuraikan terlebih dahulu apa Perbedaan Ilmu Pengetahuan
Ilmiah (Science) dengan Pengetahuan (Knowledge). Mengapa demikian ? Kedua
metode Penelitian baik kuantitatif maupun kualitatif digunakan untuk
mengembangkan Ilmu Pengetahuan Ilmiah (Science).
Oleh karena itu perlu diketahui terlebih dahulu apa itu Ilmu Pengetahuan Ilmiah
dan perbedaanya dengan Pengetahuan. Dengan dipahaminya Ilmu Pengetahuan Ilmiah
akan mempermudah memahami Metode Penelitian Ilmiah dan kaitan antara keduanya.
Berikut ini akan disinggung sedikit tentang Filsafat dan perbedaannya dengan
Filsafat Ilmu Pengetahuan.
Secara
singkat dapat dikatakan Filsafat adalah
refleksi kritis yang radikal. Refleksi adalah upaya memperoleh pengetahuan
yang mendasar atau unsur-unsur yang hakiki atau inti. Apabila ilmu pengetahuan
mengumpulkan data empiris atau data fisis melalui observasi atau eksperimen,
kemudian dianalisis agar dapat ditemukan hukum-hukumnya yang bersifat
universal. Oleh filsafat hukum-hukum yang bersifat universal tersebut direfleksikan atau dipikir secara kritis dengan tujuan untuk mendapatkan unsur-unsur
yang hakiki, sehingga dihasilkan pemahaman yang mendalam. Kemudian apa
perbedaan Ilmu Pengetahuan dengan Filsafat. Apabila ilmu pengetahuan sifatnya taat fakta, objektif dan
ilmiah, maka filsafat sifatnya mempertemukan berbagai aspek kehidupan di
samping membuka dan memperdalam pengetahuan. Apabila ilmu pengetahuan objeknya dibatasi, misalnya Psikologi
objeknya dibatasi pada perilaku manusia saja, filsafat objeknya tidak dibatasi
pada satu bidang kajian saja dan objeknya dibahas secara filosofis atau
reflektif rasional, karena filsafat mencari apa yang hakikat. Apabila ilmu
pengetahuan tujuannya memperoleh data
secara rinci untuk menemukan pola-polanya, maka filsafat tujuannya mencari
hakiki, untuk itu perlu pembahasan yang mendalam. Apabila ilmu pengetahuannya
datanya mendetail dan akurat tetapi tidak mendalam, maka filsafat datanya tidak
perlu mendetail dan akurat, karena yang dicari adalah hakekatnya, yang penting
data itu dianalisis secara mendalam.
Persamaan dan
perbedaan antara Filsafat dan Agama adalah sebagai berikut. Persamaan antara
Filsafat dan Agama adalah semuanya mencari kebenaran. Sedang perbedaannya
Filsafat bersifat rasional yaitu sejauh kemampuan akal budi, sehingga kebenaran
yang dicapai bersifat relatif. Agama berdasarkan iman atau kepercayaan terhadap
kebenaran agama, karena merupakan wahyu dari Tuhan YME, dengan demikian
kebenaran agama bersifat mutlak.
Kajian
filsafat meliputi ruang lingkup yang disusun berdasarkan pertanyaan filsuf
terkenal Immanuel Kant sebagai berikut:
1) Apa yang dapat saya ketahui (Was kan ich wiesen)
Pertanyaan ini
mempunyai makna tentang batas mana yang dapat dan mana yang tidak dapat
diketahui. Jawaban terhadap pertanyaan ini adalah suatu fenomena. Fenomena selalu dibatasi oleh ruang dan waktu. Hal ini
menjadi dasar bagi Epistomologi.
Eksistensi Tuhan bukan merupakan kajian Epistomologi karena berada di luar
jangkauan indera. Bahan kajian Epistomologi adalah yang berada dalam jangkauan
indera. Kajian Epistomologi adalah fenomena sedang eksistensi Tuhan merupakan
objek kajian Metafisika. Epistomologi meliputi: Logika Pengetahuan (Knowledge), Ilmu Pengetahuan Ilmiah (Science) dan Metodologi.
2) Apa yang harus saya lakukan (Was soll ich tun)
Pertanyaan ini
mempersoalkan nilai (values), dan
disebut Axiologi, yaitu nilai-nilai
apa yang digunakan sebagai dasar dari perilaku. Kajian Axiologi meliputi Etika atau nilai-nilai keutamaan atau
kebaikan dan Estetika atau
nilai-nilai keindahan.
3) Apa yang dapat saya harapkan (Was kan ich hoffen)
Pengetahuan
manusia ada batasnya. Apabila manusia sudah sampai batas pengetahuannya,
manusia hanya bisa mengharapkan. Hal ini berkaitan dengan being, yaitu hal yang ”ada”, misalnya permasalahan tentang apakah
jiwa manusia itu abadi atau tidak, apakah Tuhan itu ada atau tidak.
Pertanyaan-pertanyaan tersebut tidak terjawab oleh Ilmu Pengetahuan Ilmiah,
tetapi oleh Religi. Refleksi tentang Being
terbagi lagi menjadi dua, yaitu Ontologi
yaitu struktur segala yang ada, realitas, keseluruhan objek-objek yang ada, dan
Metafisika yaitu hal-hal yang berada
di luar jangkauan indera, misalnya jiwa dan Tuhan.
Bidang-bidang
kajian Filsafat, apabila digambarkan adalah sebagaimana bagan berikut:
Selanjutnya
akan dibahas salah satu bidang kajian Filsafat, yaitu Filsafat Ilmu
Pengetahuan, karena bidang ini membahas hakekat ilmu pengetahuan ilmiah (science). Hakekat ilmu pengetahuan dapat
ditelusuri dari 4 (empat) hal, yaitu:
1) Sumber ilmu pengetahuan itu dari mana.
Sumber ilmu
pengetahuan mempertanyakan dari mana ilmu pengetahuan itu diperoleh. Ilmu
pengetahuan diperoleh dari pengalaman (emperi) dan dari akal (ratio).
Sehingga timbul faham atau aliran yang disebut empirisme dan rasionalisme.
Aliran empirisme yaitu faham yang menyusun teorinya berdasarkan pada empiri
atau pengalaman. Tokoh-tokoh aliran ini misalnya David Hume (1711-1776), John
Locke (1632-1704), Berkley. Sedang rasionalisme menyusun teorinya berdasarkan
ratio. Tokoh-tokoh aliran ini misalya Spinoza, Rene Descartes. Metode yang
digunakan aliran emperisme adalah induksi, sedang rasionalisme menggunakan metode
deduksi. Immanuel Kant adalah tokoh yang mensintesakan faham empirisme dan
rasionalisme.
2) Batas-batas Ilmu Pengetahuan.
Menurut Immanuel
Kant apa yang dapat kita tangkap dengan panca indera itu hanya terbatas pada
gejala atau fenomena, sedang
substansi yang ada di dalamnya tidak dapat kita tangkap dengan panca indera
disebut nomenon. Apa yang dapat kita
tangkap dengan panca indera itu adalah penting, pengetahuan tidak sampai disitu
saja tetapi harus lebih dari sekedar yang dapat ditangkap panca indera.
Yang dapat kita
ketahui atau dengan kata lain dapat kita tangkap dengan panca indera adalah
hal-hal yang berada di dalam ruang dan waktu. Yang berada di luar ruang dan
waktu adalah di luar jangkauan panca indera kita, itu terdiri dari 3 (tiga) ide
regulatif: 1) ide kosmologis yaitu tentang semesta alam (kosmos), yang tidak
dapat kita jangkau dengan panca indera, 2) ide psikologis yaitu tentang psiche atau jiwa manusia, yang tidak
dapat kita tangkap dengan panca indera, yang dapat kita tangkap dengan panca
indera kita adalah manifestasinya misalnya perilakunya, emosinya, kemampuan
berpikirnya, dan lain-lain, 3) ide teologis yaitu tentang Tuhan Sang Pencipta
Semesta Alam.
3) Strukturnya.
Yang ingin
mengetahui adalah subjek yang memiliki kesadaran. Yang ingin kita ketahui
adalah objek, diantara kedua hal tersebut seakan-akan terdapat garis demarkasi
yang tajam. Namun demikian sebenarnya dapat dijembatani dengan mengadakan dialektika. Jadi sebenarnya garis
demarkasi tidak tajam, karena apabila dikatakan subjek menghadapi objek itu
salah, karena objek itu adalah subjek juga, sehingga dapat terjadi dialektika.
4) Keabsahan.
Keabsahan ilmu
pengetahuan membahas tentang kriteria bahwa ilmu pengetahuan itu sah berarti
membahas kebenaran. Tetapi kebenaran itu nilai (axiologi), dan kebenaran itu
adalah suatu relasi. Kebenaran adalah kesamaan antara gagasan dan kenyataan.
Misalnya ada korespondensi yaitu persesuaian antara gagasan yang terlihat dari
pernyataan yang diungkapkan dengan realita.
Terdapat 3 (tiga)
macam teori untuk mengungkapkan kebenaran, yaitu:
a) Teori Korespondensi, terdapat persamaan
atau persesuaian antara gagasan dengan kenyataan atau realita.
b) Teori Koherensi, terdapat keterpaduan
antara gagasan yang satu dengan yang lain. Tidak boleh terdapat kontradiksi
antara rumus yang satu dengan yang lain.
c) Teori Pragmatis, yang dianggap benar
adalah yang berguna. Pragmatisme adalah tradisi dalam pemikiran filsafat yang
berhadapan dengan idealisme, dan realisme. Aliran Pragmatisme timbul di Amerika
Serikat. Kebenaran diartikan berdasarkan teori kebenaran pragmatisme.
Untuk mengetahui penerapan 3
(tiga) macam teori tersebut pada bidang apa, periksa skema berikut ini.
Ilmu-ilmu Formal
|
Ilmu-ilmu Empiris Induktif
|
Ilmu-ilmu Terapan
|
Deduktif:
Logika
Matematika
|
Alam
unorganik:
karang, batu, air.
|
Hayati:
Kehidupan
|
Sosial:
Manusia ber masyarakat
|
Budaya:
Manusia dengan ekspresinya
|
|
Ukuran kebenaran Koherensi
menghadapi rumusan-rumusan yang tidak boleh
kontradiksi satu sama lain
|
Ukuran kebenaran Korespondensi
kesesuaian antara gagasan dengan realita/antara gagasan dengan fakta.
|
Pragmatis
apa yang bermanfaat itu benar.
|
|
|
|
|
|
|
Ciri-ciri
Ilmu Pengetahuan Ilmiah
Filsafat Ilmu
Pengetahuan merupakan cabang filsafat yang menelaah baik ciri-ciri ilmu
pengetahuan ilmiah maupun cara-cara memperoleh ilmu pengetahuan ilmiah.
Ciri-ciri Ilmu Pengetahuan Ilmiah adalah sebagai berikut:
1) Sistematis.
Ilmu pengetahuan
ilmiah bersifat sistematis artinya ilmu pengetahuan ilmiah dalam upaya
menjelaskan setiap gejala selalu berlandaskan suatu teori. Atau dapat dikatakan
bahwa teori dipergunakan sebagai sarana untuk menjelaskan gejala dari kehidupan
sehari-hari. Tetapi teori itu sendiri bersifat abstrak dan merupakan puncak
piramida dari susunan tahap-tahap proses mulai dari persepsi sehari-hari/
bahasa sehari-hari, observasi/konsep ilmiah, hipotesis, hukum dan puncaknya
adalah teori.
Ciri-ciri yang
sistematis dari ilmu pengetahuan ilmiah tersebut dapat digambarkan sebagai
berikut:
a) Persepsi sehari-hari (bahasa sehari-hari).
Dari
persepsi sehari-hari terhadap fenomena atau fakta yang biasanya disampaikan
dalam bahasa sehari-hari diobservasi agar dihasilkan makna. Dari observasi ini
akan dihasilkan konsep ilmiah.
b) Observasi (konsep ilmiah).
Untuk
memperoleh konsep ilmiah atau
menyusun konsep ilmiah perlu ada definisi. Dalam menyusun definisi perlu
diperhatikan bahwa dalam definisi tidak boleh terdapat kata yang didefinisikan.
Terdapat 2 (dua) jenis definisi, yaitu: 1) definisi sejati, 2) definisi
nir-sejati.
Definisi
sejati dapat diklasifikasikan dalam:
1) Definisi
Leksikal. Definisi ini
dapat ditemukan dalam kamus, yang biasanya bersifat deskriptif.
2) Definisi
Stipulatif. Definisi ini
disusun berkaitan dengan tujuan tertentu. Dengan demikian tidak dapat
dinyatakan apakah definisi tersebut benar atau salah. Benar atau salah tidak
menjadi masalah, tetapi yang penting adalah konsisten (taat asas). Contoh adalah
pernyataan dalam Akta Notaris: Dalam Perjanjian ini si A disebut sebagai Pihak
Pertama, si B disebut sebagai Pihak Kedua.
3) Definisi
Operasional. Definisi ini
biasanya berkaitan dengan pengukuran (assessment)
yang banyak dipergunakan oleh ilmu pengetahuan ilmiah. Definisi ini memiliki
kekurangan karena seringkali apa yang didefinisikan terdapat atau disebut dalam
definisi, sehingga terjadi pengulangan. Contoh: ”Yang dimaksud inteligensi
dalam penelitian ini adalah kemampuan seseorang yang dinyatakan dengan skor tes
inteligensi”.
4) Definisi
Teoritis. Definisi ini
menjelaskan sesuatu fakta atau fenomena atau istilah berdasarkan teori
tertentu. Contoh: Untuk mendefinisikan Superego, lalu menggunakan teori
Psikoanalisa dari Sigmund Freud.
Definisi
nir-sejati dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu:
1) Definisi
Ostensif. Definisi ini
menjelaskan sesuatu dengan menunjuk barangnya. Contoh: Ini gunting.
2) Definisi
Persuasif. Definisi yang
mengandung pada anjuran (persuasif). Dalam definisi ini terkandung anjuran agar
orang melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Contoh: ”Membunuh adalah tindakan
menghabisi nyawa secara tidak terpuji”. Dalam definisi tersebut secara implisit
terkandung anjuran agar orang tidak membunuh, karena tidak baik (berdosa
menurut Agama apapun).
c) Hipotesis
Dari konsep ilmiah yang merupakan
pernyataan-pernyataan yang mengandung informasi, 2 (dua) pernyataan digabung
menjadi proposisi. Proposisi yang
perlu diuji kebenarannya disebut hipotesis.
d) Hukum
Hipotesis
yang sudah diuji kebenarannya disebut dalil atau hukum.
e) Teori
Keseluruhan
dalil-dalil atau hukum-hukum yang tidak bertentangan satu sama lain serta dapat
menjelaskan fenomena disebut teori.
2) Dapat dipertanggungjawabkan.
Ilmu pengetahuan
ilmiah dapat dipertanggungjawabkan melalui 3 (tiga) macam sistem, yaitu:
a) Sistem axiomatis
Sistem ini
berusaha membuktikan kebenaran suatu fenomena atau gejala sehari-hari mulai
dari kaidah atau rumus umum menuju rumus khusus atau konkret. Atau mulai teori
umum menuju fenomena/gejala konkret. Cara ini disebut deduktif-nomologis. Umumnya yang menggunakan metode ini adalah
ilmu-ilmu formal, misalnya matematika.
b) Sistem empiris
Sistem ini
berusaha membuktikan kebenaran suatu teori mulai dari gejala/ fenomena khusus
menuju rumus umum atau teori. Jadi bersifat induktif dan untuk menghasilkan
rumus umum digunakan alat bantu statistik. Umumnya yang menggunakan metode ini
adalah ilmu pengetahuan alam dan sosial.
c) Sistem semantik/linguistik
Dalam sistem
ini kebenaran didapatkan dengan cara menyusun proposisi-proposisi secara ketat.
Umumnya yang menggunakan metode ini adalah ilmu bahasa (linguistik).
3) Objektif atau intersubjektif
Ilmu pengetahuan
ilmiah itu bersifat mandiri atau milik orang banyak (intersubjektif). Ilmu
pengetahuan ilmiah itu bersifat otonom dan mandiri, bukan milik perorangan
(subjektif) tetapi merupakan konsensus antar subjek (pelaku) kegiatan ilmiah.
Dengan kata lain ilmu pengetahuan ilmiah itu harus ditopang oleh komunitas
ilmiah.