Selasa, 20 Maret 2012

LIFE SKILLS EDUCATION


Konsep Pendidikan Kecakapan untuk Hidup
( Life Skills Education )
    
Dewasa ini masalah "life skills" melalui pendidikan formal menjadi aktual lagi untuk dibahas kembali dengan berbagai macam latar belakangnya yang sangat rasional. Uraian berikut mencoba untuk memahami masalah "life skills"  tersebut  secara  garis  besar  sebagai  wacana  bagi  para  pemerhati masalah pendidikan untuk bahan renungan.
 
 
1. Perjalanan hidup.
 
Keberadaan seseorang di dunia ini memerlukan dimensi ruang dan dimensi waktu. Setiap orang memerlukan ruang untuk tempat wujud sosok fisiknya itu,  karena  dia  sebelumnya  tidak  ada,  kemudian  ada  (dilahirkan)  dan akhirnya tidak ada lagi (meninggal dunia). Dia berada di salah satu tempat di planet bumi ini untuk berpijak, lalu tumbuh raganya dan berkembang sukma atau roh beserta potensinya untuk melangkahkan kaki menempuh perjalanan hidup sampai akhir hayatnya. Perjalanan hidup seseorang siapapun dia pasti dan selalu diawali dengan kelahiran dan diakhiri dengan kematian. Di samping emerlukan ruang, keberadaan seseorang juga memerlukan waktu, karena dia berada dalam kurun waktu tertentu selama batas jatah usianya. Batas jatah usia (kamatian) seseorang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Ada yang meninggal ketika masih bayi, ada yang pada masa kanak-kanak, ada yang pada masa remaja, ada yang setelah dewasa, ada yang setelah masa tua, dan ada pula yang setelah sangat renta. Dalam perjalanan hidupnya sejak dia dilahirkan sampai dengan meninggal dunia, dimensi waktu yang dilalui oleh sesorang pada saat ini senantiasa terdiri atas dimensi masa lalu, dimensi masa kini dan dimensi masa depan. Dimensi masa lalu merupakan sejarah pengalaman yang menjadi pelajaran untuk manjalani hidup  pada  masa  kini,  dan  kehidupan  masa  kini  dijalani  untuk mempersiapkan masa depan generasi penerusnya. Masa yang telah lalu disebut juga hari kemarin, dan masa kini atau waktu sekarang dikenal sebagai hari ini, sedangkan masa yang akan datang atau masa depan biasa disebut hari esok. Orang Inggris menamakannnya sebagai 'yesterday, today and tomorrow'. Pada kehidupan suatu masyarakat atau suatu bangsa, demikian pula pada kehidupan umat manusia berlaku pula dimensi ruang dan waktu yang serupa. Oleh karena itu berdasarkan hasil belajar dari pengalaman hidup hari kemarin, hidup pada hari ini pada hakikatnya adalah mempersiapkan untuk menghadapi hari esok yang diperlukan bagi dirinya sendiri, bagi keluarganya, bagi generasi keturunannya, bagi masyarakatnya, bagi bangsanya, dan juga bagi umat manusia secara keselunihan. Bagi para pemeluk agama yang percaya penuh terhadap kehidupan setelah mati, dalam mempersiapkan diri untuk hari esok, usaha seseorang tidak berhenti hanya untuk memenuhi keperluan hidupnya sampai dengan ia meninggal dunia. Persiapan tersebut juga dilakukan untuk memenuhi keperiuan perjalanan hidupnya setelah mati, yaitu setelah sukmanya terlepas dari raganya. Persiapan itu terwujud antara lain dalam berbagai upaya untuk senantiasa berbuat baik, beramal salih, mengerjakan sesuatu dengan ihklas, berbuat jujur, beramal jariah dan sejenisnya semata-mata untuk mendapatkan ridho dari Tuhan, sebagai persediaan atau bekal yang terbaik demi keselamatan dan ketenteraman hidupnya kelak di akhirat, yaitu masa yang abadi di alam baka, di suatu tempat yang paling aman dan darnai yang benar-benar dapat membahagiakan bagi kehidupan rohnya.
 
Untuk mampu menjalani kehidupannya, sejak dilahirkan setiap orang telah dibekali dengan berbagai potensi untuk dapat mengenali teka-teki misteri tentang dirinya. Pengenalan ini dicapainya melalui daya fisiknya, melalui daya fikirnya, melalui daya emosionalnya dan melalui daya spiritualnya yang menyatu menjadi daya kalbu untuk melakukan dialog dan kemudian berkarya sesuai dengan aturan Tuhan, yaitu Sang Penciptanya. Hal ini dapat dianalogikan dengan potensi pada mahluk hidup lainnya yang diciptakan oleh Tuhan, antara lain misalnya potensi untuk untuk hidup di air bagi ikan, potensi untuk terbang bagi burung, potensi untuk berkoloni bagi lebah, potensi untuk melata dan berpuasa bagi ular. Upaya yang secara sadar dilakukan untuk mengembangkan potensi-potensi yang ada pada diri pribadi setiap orang agar mampu menjalani kehidupan dikenal dengan nama mendidik. Mendidik yang dilakukan oleh keluarga atau masyarakat secara alamiah disebut sebagai pendidikan informal. Sedangkan pendidikan yang dilakukan oleh suatu bangsa secara bersistem melalui sekolah disebut sebagai pendidikan formal. Proses dan hasil dari kedua jenis pendidikan ini saling mendukung dan memperkuat antara yang satu dengan yang lainnya.
 
2. Kecakapan untuk hidup.
 
Kata cakap memiliki beberapa arti. Pertama dapat diartikan sebagai pandai atau mahir, kedua sebagai sanggup, dapat atau mampu melakukan sesuatu, dan ketiga  sebagai  mempunyai  kemampuan  dan kepandaian untuk mengerjakan sesuatu. Jadi kata kecakapan berarti suatu kepandaian, kemahiran, kesanggupan atau kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk menyelesaikan sesuatu. Oleh karena itu kecakapan untuk hidup ('life skills') dapat didefinisikan sebagai suatu kepandaian, kemahiran, kesanggupan atau kemampuan yang ada pada diri seseorang untuk menempuh perjalanan hidup atau untuk menjalani kehidupan, mulai dari masa kanak-kanak sampai dengan akhir hayatnya. Seperti diuraikan di atas, potensi untuk dapat mengembangkan kecakapan untuk hidup ini telah ada pada setiap orang sejak ia dilahirkan. Waktu yang diperlukan untuk mengembangkan potensi pada manusia relatif lebih lama dan pada waktu yang diperlukan oleh binatang, karena pada binatang lebih didominasi oleh naluri biologis. Sedangkan pada manusia di samping pengembangan naluri biologis masih diperlukan waktu persiapan yang lebih panjang untuk mengembangkan daya fisik, daya fikir, daya emosi dan daya spiritual yang terpadu menjadi daya kalbu.
 
Kemampuan kecakapan untuk menjalani kehidupan ini pada awalnya berkembang secara alamiah melalui pendidikan informal pada keluarga dan masyarakat. Kemudian secara formal upaya untuk mengembangkan dan memperkuat potensi yang telah ada ini dirancang dengan sistematis ke dalam suatu kurikulum untuk diberikan kepada anak didik melalui pendidikan di sekolah dengan alokasi waktu jam pelajaran tertentu pada setiap minggu, mulai dari Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, Sekolah Menengah, sampai dengan Perguruan Tinggi. Berdasarkan hasil pendidikan informal yang diterima, hasil pengalaman yang diperoleh dan hasil pendidikan formal yang pemah diikuti dengan benar, selama menempuh perjalanan hidup seseorang temyata, bahwa kemampuan kecakapan untuk hidup ini dapat berkembang terus menjadi semakin kuat dan meningkat dalam kearifannya untuk mengarungi samudera kehidupan. Kemajuan ini masih dapat diupayakan untuk meningkat lagi dan akan menampakkan wujudnya dengan sesuatu yang disebut dengan mutu. Dan pengalaman-pengalaman baru yang diperoleh dalam memecahkan berbagai masalah selama mengarungi kehidupan ini akan dapat menempa dan memperkuat kemampuan itu sehingga menjadi suatu mutu kehidupan untuk menghadapi berbagai persoalan kehidupan yang lebih sulit dan semakin rumit. Mutu kehidupan itu pun masih dapat ditingkatkan lagi sampai ke puncaknya. Tingkat kemampuan kecakapan untuk hidup yang tertinggi adalah apabila dalam menempuh perjalanan hidup itu sendiri selalu dilandasi dengan rasa kasih sayang yang tulus kepada sesama. Lalu dijalani dan dihayati dengan penuh kepasrahan dan tawakkal untuk mengikuti aturan Sang Pencipta, dengan cara yang apa adanya, cara yang santun, cara yang ikhlas dan cara yang indah, sebagai suatu seni hidup yang disebut 'The Art of Life*.
 

Tidak ada komentar: