Konsep Pendidikan Kecakapan untuk Hidup
( Life Skills Education )
1. Perjalanan hidup.
Keberadaan seseorang di dunia
ini memerlukan dimensi ruang dan dimensi waktu. Setiap orang memerlukan ruang
untuk tempat wujud sosok fisiknya itu,
karena dia sebelumnya
tidak ada, kemudian
ada (dilahirkan) dan akhirnya tidak ada lagi (meninggal
dunia). Dia berada di salah satu tempat di planet bumi ini untuk berpijak, lalu
tumbuh raganya dan berkembang sukma atau roh beserta potensinya untuk
melangkahkan kaki menempuh perjalanan hidup sampai akhir hayatnya. Perjalanan
hidup seseorang siapapun dia pasti dan selalu diawali dengan kelahiran dan
diakhiri dengan kematian. Di samping emerlukan ruang, keberadaan seseorang juga
memerlukan waktu, karena dia berada dalam kurun waktu tertentu selama batas
jatah usianya. Batas jatah usia (kamatian) seseorang berbeda antara yang satu
dengan yang lainnya. Ada yang meninggal ketika masih bayi, ada yang pada masa
kanak-kanak, ada yang pada masa remaja, ada yang setelah dewasa, ada yang setelah
masa tua, dan ada pula yang setelah sangat renta. Dalam perjalanan hidupnya
sejak dia dilahirkan sampai dengan meninggal dunia, dimensi waktu yang dilalui
oleh sesorang pada saat ini senantiasa terdiri atas dimensi masa lalu, dimensi
masa kini dan dimensi masa depan. Dimensi masa lalu merupakan sejarah
pengalaman yang menjadi pelajaran untuk manjalani hidup pada
masa kini, dan
kehidupan masa kini
dijalani untuk mempersiapkan masa
depan generasi penerusnya. Masa yang telah lalu disebut juga hari kemarin, dan
masa kini atau waktu sekarang dikenal sebagai hari ini, sedangkan masa yang
akan datang atau masa depan biasa disebut hari esok. Orang Inggris
menamakannnya sebagai 'yesterday, today and tomorrow'.
Pada kehidupan suatu masyarakat atau suatu bangsa, demikian pula pada kehidupan
umat manusia berlaku pula dimensi ruang dan waktu yang serupa. Oleh karena itu
berdasarkan hasil belajar dari pengalaman hidup hari kemarin, hidup pada hari
ini pada hakikatnya adalah mempersiapkan untuk menghadapi hari esok yang
diperlukan bagi dirinya sendiri, bagi keluarganya, bagi generasi keturunannya,
bagi masyarakatnya, bagi bangsanya, dan juga bagi umat manusia secara
keselunihan. Bagi para pemeluk agama yang percaya penuh terhadap kehidupan
setelah mati, dalam mempersiapkan diri untuk hari esok, usaha seseorang tidak
berhenti hanya untuk memenuhi keperluan hidupnya sampai dengan ia meninggal
dunia. Persiapan tersebut juga dilakukan untuk memenuhi keperiuan perjalanan
hidupnya setelah mati, yaitu setelah sukmanya terlepas dari raganya. Persiapan
itu terwujud antara lain dalam berbagai upaya untuk senantiasa berbuat baik,
beramal salih, mengerjakan sesuatu dengan ihklas, berbuat jujur, beramal jariah
dan sejenisnya semata-mata untuk mendapatkan ridho dari Tuhan, sebagai
persediaan atau bekal yang terbaik demi keselamatan dan ketenteraman hidupnya
kelak di akhirat, yaitu masa yang abadi di alam baka, di suatu tempat yang
paling aman dan darnai yang benar-benar dapat membahagiakan bagi kehidupan
rohnya.
Untuk mampu menjalani
kehidupannya, sejak dilahirkan setiap orang telah dibekali dengan berbagai
potensi untuk dapat mengenali teka-teki misteri tentang dirinya. Pengenalan ini
dicapainya melalui daya fisiknya, melalui daya fikirnya, melalui daya
emosionalnya dan melalui daya spiritualnya yang menyatu menjadi daya kalbu
untuk melakukan dialog dan kemudian berkarya sesuai dengan aturan Tuhan, yaitu
Sang Penciptanya. Hal ini dapat dianalogikan dengan potensi pada mahluk hidup
lainnya yang diciptakan oleh Tuhan, antara lain misalnya potensi untuk untuk
hidup di air bagi ikan, potensi untuk terbang bagi burung, potensi untuk
berkoloni bagi lebah, potensi untuk melata dan berpuasa bagi ular. Upaya
yang secara sadar dilakukan untuk mengembangkan
potensi-potensi yang ada pada diri pribadi setiap
orang agar mampu menjalani kehidupan dikenal
dengan nama mendidik. Mendidik yang dilakukan oleh keluarga atau
masyarakat secara alamiah disebut sebagai pendidikan informal.
Sedangkan pendidikan yang dilakukan oleh suatu bangsa secara bersistem melalui
sekolah disebut sebagai pendidikan formal. Proses dan hasil dari
kedua jenis pendidikan ini saling mendukung dan memperkuat antara yang satu
dengan yang lainnya.
2. Kecakapan untuk hidup.
Kata cakap memiliki beberapa
arti. Pertama dapat diartikan sebagai pandai atau mahir, kedua
sebagai sanggup, dapat atau mampu melakukan sesuatu, dan ketiga sebagai
mempunyai kemampuan dan kepandaian untuk mengerjakan sesuatu.
Jadi kata kecakapan berarti suatu kepandaian, kemahiran, kesanggupan atau
kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk menyelesaikan sesuatu. Oleh karena
itu kecakapan untuk hidup ('life skills') dapat didefinisikan
sebagai suatu kepandaian, kemahiran, kesanggupan atau kemampuan yang ada pada
diri seseorang untuk menempuh perjalanan hidup atau untuk menjalani kehidupan,
mulai dari masa kanak-kanak sampai dengan akhir hayatnya. Seperti diuraikan di
atas, potensi untuk dapat mengembangkan kecakapan untuk hidup ini telah ada
pada setiap orang sejak ia dilahirkan. Waktu yang diperlukan untuk
mengembangkan potensi pada manusia relatif lebih lama dan pada waktu yang
diperlukan oleh binatang, karena pada binatang lebih didominasi oleh naluri
biologis. Sedangkan pada manusia di samping pengembangan naluri biologis masih
diperlukan waktu persiapan yang lebih panjang untuk mengembangkan daya fisik,
daya fikir, daya emosi dan daya spiritual yang terpadu menjadi daya kalbu.
Kemampuan kecakapan untuk
menjalani kehidupan ini pada awalnya berkembang secara alamiah melalui
pendidikan informal pada keluarga dan masyarakat. Kemudian secara formal upaya
untuk mengembangkan dan memperkuat potensi yang telah ada ini dirancang dengan
sistematis ke dalam suatu kurikulum untuk diberikan kepada anak didik melalui
pendidikan di sekolah dengan alokasi waktu jam pelajaran tertentu pada setiap
minggu, mulai dari Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Lanjutan Tingkat
Pertama, Sekolah Menengah, sampai dengan Perguruan Tinggi. Berdasarkan hasil
pendidikan informal yang diterima, hasil pengalaman yang diperoleh dan hasil
pendidikan formal yang pemah diikuti dengan benar, selama menempuh perjalanan
hidup seseorang temyata, bahwa kemampuan kecakapan untuk hidup
ini dapat berkembang terus menjadi semakin kuat dan
meningkat dalam kearifannya untuk mengarungi samudera kehidupan. Kemajuan ini
masih dapat diupayakan untuk meningkat lagi dan akan menampakkan wujudnya
dengan sesuatu yang disebut dengan mutu. Dan pengalaman-pengalaman baru yang diperoleh
dalam memecahkan berbagai masalah selama mengarungi kehidupan ini akan dapat
menempa dan memperkuat kemampuan itu sehingga menjadi suatu mutu kehidupan untuk
menghadapi berbagai persoalan kehidupan yang lebih sulit dan semakin rumit.
Mutu kehidupan itu pun masih dapat ditingkatkan lagi sampai ke puncaknya.
Tingkat kemampuan kecakapan untuk hidup yang tertinggi adalah apabila dalam
menempuh perjalanan hidup itu sendiri selalu dilandasi dengan rasa kasih sayang
yang tulus kepada sesama. Lalu dijalani dan dihayati dengan penuh kepasrahan
dan tawakkal untuk mengikuti aturan Sang Pencipta, dengan cara yang apa adanya,
cara yang santun, cara yang ikhlas dan cara yang indah, sebagai suatu seni
hidup yang disebut 'The Art of Life*.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar